"Harusnya saya pergi ke kampus pakai motor, tapi mulai hari saya harus bangun pagi-pagi untuk bergegas pergi ke kampus naik kendaraan umum agar tidak terlambat."
itulah yang terpikirkan dalam benak saya saat itu, ketika motor kesayangan kebetulan sedang diperbaiki akibat insiden kecelakaan pada beberapa bulan yang lalu. mau tidak mau saya pergi ke kampus naik kendaraan umum dan harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada. memang saat itu saya merasakan kondisi yang berbeda, pertama saya harus bangun pagi buta, yang kedua saya harus duduk di belakang pak supir angkot dan sedikit berdesakan dengan penumpang yang lainnya. hal itu saya lakukan hampir seminggu, sambil menunggu motor saya selesai diperbaiki. sungguh TERLALU :D. Hal yang sulit yang saya rasakan adalah menyesuaikan diri saya pribadi untuk mencoba suasana baru yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya.
Itulah kejadian yang pernah saya alami, dan kejadian tersebut menjadi acuan saya untuk menulis 'Apa sih penyesuaian diri itu ? dan Bagaimana konsepnya ? Mari kita bahas...
A. PENYESUAIAN DIRI
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri dalam bahasa
aslinya dikenal dengan
istilah adjustment. Menurut Schneiders (dalam Ali dan Ansrori, 2006, h
173-175 ). Definisi
penyesuaian diri dapat
ditinjau dari 3 sudut pandang,
yaitu penyesuaian
diri sebagai bentuk
adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri sama dengan adaptasi (adaptation).
Penyesuaian
diri sebagai bentuk
adaptasi pada umumnya
lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti
fisik, fisiologis atau biologis. Penyesuaian diri sebagai konformitas terhadap
norma memaknai penyesuaian diri individu sebagai usaha konformitas yang menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk selalu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional. Penguasaan diri sebagai usaha penguasaan (mastery ) yaitu kemampuan untuk merancanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tentu sehingga konflik-konfik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi.
Dari definisi-difinisi di atas, Schneiders menyimpulkan
bahwa definisi penyesuaian diri adalah suatu proses yang
mencakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha
individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangang, frustasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari
dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau
lingkungan tempat individu berada.
Fahmi
(1977:24) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamis
terus-menerus yang bertujuan
untuk mengubah perilaku
guna mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara
diri dan lingkungannya. Calhoun
dan Acocella (1990, h. 13) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah interaksi individu yang
terus-menerus dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitar tempat individu hidup.
2. Konsep Penyesuaian Diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive
dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat
mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian
dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan
sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan,
yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi
respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam
konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu
memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi
syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional.
Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss
emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian
adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan
pada lingkungannya.
3. Pertumbuhan Personal
Manusia merupakan makhluk
individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik
atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau
seperti orang lain. Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak hanya
memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai
kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial
tersebut. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan
tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang
panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami
pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang
sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat
mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah
kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap
keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma
tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan
hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun
terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi
pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki naluri yang
secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya
apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di
dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka
ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam
kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak
disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan
mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak
disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di
lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi
yang acuh tak acuh.
A. Penekanan Pertumbuhan, Penyesuaian Diri, dan Pertumbuhan
Banyak sekali arti dari pertumbuhan itu sendiri, menurut saya, pertumbuhan itu sangat berbeda dari perkembangan itu sendiri. Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis yang dialami semua makhluk bernyawa, dan pematangan fungsi-fungsi organ dalam maupun luar itu semua merupakan wujud dari pertumbuhan itu sendiri.
Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi,
pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut
peningkatan ukuran dan struktur biologis.Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa
perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan
berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai
keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara
bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada
diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya
akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka
keseluruhan.
B. Variasi dalam Pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri,
karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan
tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu
mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
C. Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan
temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya
secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh.
Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara
tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya
orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh,
ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial,
dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi
tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan
otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf,
kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental,
tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh
yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang
baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan
dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat
diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik
pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh
seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
D. Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang
dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami
dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari
alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak
mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut
sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan
pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit
perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33)
B. STRESS
1. Apa itu STRES ?
Saya adalah seorang mahasiswa yang biasa dibilang rajin dengan tugas-tugas yang datang menghampiri saya, saat ada waktu luang , satu persatu tugas-tugas saya basmi, tapi saat telinga saya ini mendengar bahwa UTS, UAS dan UJIAN UTAMA tinggal 2 minggu lagi, itu membuat saya STRESS , dan membuat saya galau berkepanjangan. Mengapa tidak ? itu merupakan tanggung jawab saya sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan semua ujian satu persatu dengan baik, kalau tidak , mungkin kata 'stres' ini berubah menjadi 'gila' . Kadang ketika malam tiba , sebelum tidur, saya memikirkan dan berimajinasi , kira-kira soal yang seperti apa yang keluar nanti, hahaha.
Itulah salah satu stres yang menghampiri saya pada waktu tertentu. tapi apakah kalian tahu, apa itu STRES ? kebanyakan orang yang sedang emosi mengalami tekanan yang cukup berat, dan biasanya orang tersebut menepuk jidat dan berusaha bilang "Stres lama-lama saya kalau seperti ini keadaannya".hahaha.
Menurut saya Stres merupakan Suatu kondisi dimana keadaan fikiran dan psikologis kita mulai tidak stabil, dimana tekanan-tekanan berupa masalah datang menghampiri.
3. Tipe-tipe stress Psikologi
GAS atau General Adaption Syndrome adalah reaksi fisiologis dan psikobiologis yang ditimbulkan akibat stress. Contohnya hilangnya nafsu makan, melemahnya otot, menurunnya minat, perasaan cemas, dan sebagainya. GAS diperkenalkan oleh Hans De Selye pada tahun 1920. Hans De Selye menjelaskan model GAS dalam 3 (tiga) model tahapan:
1. State of Alarm (Tahap Peringatan)
2. State of Resistance (Tahap Pertahanan)
3. State of Exhaustion (Tahap Kelelahan)
Hans menjelaskan tentang sistem hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA axis) yang mempersiapkan tubuh dalam menghadapi stress. Ia juga menjelaskan tentang local adaptation syndrome yang mengacu pada respon inflamasi dan proses perbaikan yang terjadi pada daerah tertentu.
Tahapan GAS:
1. Tahap Peringatan
Ini adalah tahap awal di mana tubuh langsung bereaksi terhadap penyebab stress (stressor). Setelah bertemu stressor, tubuh bereaksi dengan respon "fight-or-flight response" (melawan atau lari) dengan mengaktifkan sistem saraf simpatik. Jika ada ancaman atau bahaya, tubuh akan mengeluarkan hormon seperti hormon kortisol dan adrenalin untuk mengatasi rasa cemas atau takut. Pada tahap ini pertahanan tubuh dikerahkan untuk menghadapi stressor, akibatnya kemampuan imun dapat menurun. Jika stressor hilang, maka tubuh akan kembali normal.
2. Tahap Pertahanan
Pada tahap ini, sistem saraf parasimpatis kembali ke tingkat normal, sementara tubuh memfokuskan kekuatan menghadapi stressor. Reaksi tubuh naik melebihi batas normal, kadar glukosa darah, kortisol dan adrenalin tetap tinggi, namun penampilan luar organisme tampak normal. Reaksi yang berlebihan ini untuk melawan penyebab ketegangan sehingga diharapkan akan ada penyesuaian. Reaksi seperti ini bila berjalan terus menerus dapat menyebabkan penyakit. Pada tahap ini dapat muncul gejala psikis dan psikosomatis.
3. Tahap Kelelahan
Pada tahap ini stress berlangsung cukup lama. Tubuh tidak mampu menyingkirkan stressor, akibatnya tubuh terus menerus membuat pertahanan ataupun perlawanan. Perlawanan yang yang dilakukan terus menerus menyebabkan kelelahan pada tubuh. Ketahanan tubuh (imun) berkurang, bahkan dapat hilang sama sekali. Pada tahap ini dapat muncul berbagai macam penyakit, seperti diare, gatal-gatal, mual, tekanan darah tinggi hingga penyakit jantung.
2. Faktor – faktor individual dan sosial yang menjadi penyebab stress
- Faktor Individual
Tatkala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya stresor itu (predictability).
- Faktor Sosial
Keluarga. Faktor yang menyebabkan stress dari keluarga misalnya adalah terjadi kesalahan pada pola asuh yang diberikan, broken home, keadaan sosial ekonomi yang tidak sesuai harapan serta adanya tradisi juga filsafat keluarga yang dianggap tidak sejalan dengan filsafat individu.
Lingkungan. Peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor secara langsung akan membuat seseorang mempunyai tegangan tinggi dalam dirinya, apalagi orang tersebut menjadi korban bencana tersebut. Gaya hidup yang modern juga membuat orang mudah terkena stress.
Dunia Kerja. Tugas yang menumpuk yang harus dikumpulkan besok, tugas yang jumlahnya sedikit namun tingkat kesulitannya tinggi, kecelakaan dunia kerja serta kemonotonan pekerjaan adalah stressor yang berasal dari dunia kerja yang mampu membuat orang mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya.
a. Tekanan
Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu.Secara umum tekanan mendorong individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat menghabiskan sumber-sumber daya yang dimiliki dalam proses pencapaian sasarannya, bahkan bila berlebihan dapat mengarah pada perilaku maladaptive. Tekanan dapat berasal dari sumber internal atau eksternal atau kombinasi dari keduanya.Tekanan internal misalnya adalah sistem nilai, self esteem, konsep diri dan komitmen personal. Tekanan eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau peranyang harus dijalani seseorang, atau juga dpat berupa kompetisi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat antara lain dalam pekerjaan, sekolah dan mendapatkan pasangan hidup.
b. Frustasi
Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi.
c. Konflik
Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespon langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ada 3 jenis konflik yaitu :
a. Approach – approach conflict, terjadi apabila individu harus satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b. Avoidence – avoidence conflict, terjadi bila individu diharapkan pada dua pilihan yang sama- sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil muda yang hamil diluar nikah, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi di sisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memilki konsekuensi yang tidak menyenangkan.
c. Approach – avoidence conflict, adalah situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok
Berdasarkan pengertian stressor diatas dpat disimpulkan kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang menjadi penyebab dari kondisi stres.
d. Kecemasan
Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti “Kekhawatiran”, “Keprihatinan”, dan “Rasa Takut” yang kadang-kadang kita alami pada tingkatan yang berbeda-beda (dalam,Pengantar Psikologi, Atkinson dkk.,1983).
Orang yang mengalami gangguan kecemasan dilanda ketidakmampuan menghadapi perasaan cemas yang kronis dan intens, perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak mampu berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (dalam Psikologi Abnormal: Perspektif Klinisi pada Gangguan Psikologis, Richard P.Halgin dan Susan Krauss, 2010). Contohnya adalah seorang wanita yang berjalan sendirian pada malam hari di tempat yang sepi, dengan cahaya yang remang-remang secara otomatis ia akan merasa takut yang luar biasa bahkan mungkin tingkat kecemasannya menjadi tinggi, karena ia berfikir (biasanya) di malam hari, di temapat yang sepi dapat dijumpai hantu, penjahat dll. Karena fikirannya yang berhalusinasi maka ia akan merasa sangat ketakutan.
3. Symptom Reducing Responses terhadap Stress
Respon terhadap stres
Defense mechanism
1. Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah. Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu
:
a. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b. Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
2. Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar (Santrock, 2003 : 567):
a. strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung
b. strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres.
Menurut Ebata & Moos, 1994 (dalam Santrock, 2003 : 567) individu yang menggunakan strategi mendekat untuk menghadapi stres adalah remaja yang berusia lebih tua, lebih aktif, menilai stresor utama yang muncul sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan dan sebagai suatu tantangan, dan memiliki sumber daya sosial yang dapat digunakan. Sedangkan, individu yang menggunakan strategi menghindar mudah merasa tertekan dan mengalami stres, memiliki stresor yang lebih kronis, dan telah mengalami kejadian-kejadian yang lebih negatif dalam kehidupannya selama tahun sebelumnya.
3. Berpikir positif dan self-efficacy
Menurut Bandura (dalam Santrock, 2003 : 567) self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri.
Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif (dalam Santrock, 2003 : 568).
4. Sistem dukungan
Menurut East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar (dalam Santrock, 2003 : 568), keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain – terutama dengan keluarga dan teman – secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.
5. Berbagai strategi penanganan stres
Dalam penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).
5. Pendekatan problem solving terhadap Stress
Strategi koping yang spontan mengatasi stres
Dalam Siswanto dijelaskan dalam menangani stres yaitu menggunakan metodeBiofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika teman-teman tahu tentang hipno-self, teman-teman cukup menghipnotis diri sendiri dan melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika teman-teman ingin melakukan hipno-self, utamanya adalah tempat harus nyama dan tenang, dan teman-teman cukup membangkitkan apa yang menyebabkan teman-teman stres, cari tahu gejalanya hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang positif, Insya Allah cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan Semesta Alam).
Kita mengalahkan stress dengan cara menyelesaikan problem stressor (hal yang membuat stress itu). Misalnya, kita stress karena menderita suatu penyakit, maka kita menyelesaikan masalah dengan berobat sehingga penyakit kita bisa sembuh. Atau bisa juga dengan mengusahakan agar kita bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi (bila situasinya sendiri tidak bisa dirubah).
Wildan Anrian
2pa11
17511400
http://klinikana.blogspot.com/2012/11/mengenal-gas-general-adaption-syndrome.html
http://wisesukaska.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar